Sisingaan merupakan salah satu kekayaan budaya dalam bentuk seni tradisional yang berasal dari daerah Subang, Jawa Barat. Kesenian ini...

SISINGAAN



Sisingaan merupakan salah satu kekayaan budaya dalam bentuk seni tradisional yang berasal dari daerah Subang, Jawa Barat. Kesenian ini juga dikenal dengan sebutan Gotong Singa atau Odong-odong. Sampai sekarang, seni tradisioal ini masih berkembang dengan baik di daerah Subang, bahkan kesenian ini sudah terkenal sampai ke manca negara. Kesenian Sisingaan telah dimainkan oleh rakyat Subang pada saat melawan penjajah sebagai simbol pelecehan terhadap penjajah, yang melambangkan bahwa rakyat Subang tidak takut melawan penjajah pada saat itu. Saat ini, kesenian Sisingaan dimainkan untuk acara-acara khusus seperti acara menerima tamu kehormatan, acara khitanan anak, acara hari-hari besar dan sebagainya. Kabupaten Subang mengadakan festival Sisingaan pada tanggal 5 April setiap tahunnya diikuti oleh semua kecamatan yang ada di Subang untuk memeriahkan acara peringatan hari jadi Kabupaten Subang.

SEJARAH

Seni pertunjukan Sisingaan berasal dari Kabupaten Subang, Jawa Barat. Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten di kawasan utara Provinsi Jawa Barat meliputi wilayah seluas 205.176,95 ha atau 6,34 % dari luas Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini ¬¬terletak di antara 107º 31' sampai dengan 107º 54' Bujur Timur dan 6º 11' sampai dengan 6º 49' Lintang Selatan. Secara administratif, Kabupaten Subang terbagi atas 253 desa dan kelurahan yang tergabung dalam 22 kecamatan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Wilayah Kerja Camat, jumlah kecamatan bertamba¬h menjadi 30 kecamatan. Batas-batas wilayah administratif Kabupaten Subang adalah di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, di sebelah barat dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, di sebelah timur dengan Kabupaten Sumedang dan Indramayu dan Laut Jawa yang menjadi batas di sebelah utara

Pada tahun 1982, pemerintahan Belanda berkuasa di Kabupaten Subang yang saat itu dikenal sebagai daerah Double Bestuur dan dijadikan kawasan perkebunan dengan nama P&T Lands (Pamanoekan en Tjiasemladen). Masyarakat Subang mulai diperkenalkan dengan lambang negara mereka yaitu Crown atau mahkota kerajaan. Pada saat yang bersamaan, Subang juga dikuasai oleh Inggris dan diperkenalkan dengan lambang negaranya yaitu Singa. Sehingga secara administratif, Subang dibagi ke dalam dua bagian yaitu : secara politik dikuasai oleh Belanda dan secara ekonomi dikuasai oleh Inggris.

Karena hal tersebut, masyarakat Subang mengalami tekanan secara politik, ekonomi, sosial dan budaya sehingga menimbulkan sikap perlawanan terhadap penjajah Belanda dan Inggris. Sikap perlawanan tersebut diekspresikan secara terselubung melalui sindiran, perumpamaan dan penokohan yang sesuai dengan keadaan mereka saat itu. Salah satu ekspresi jiwa yang diwujudkan adalah dengan membuat kesenian bernama Sisingaan yang melambangkan rasa ketidakpuasan dan upaya pemberontakan kepada kaum penjajah. Penjajah Belanda beranggapan bahwa Sisingaan hanyalah karya seni yang diciptakan secara sederhana dan spontanitas untuk menghibur anak penduduk pribumi pada saat dikhitan.

Awal munculnya sisingaan hingga pada masa sekarang adalah singa abrug. Singa abrug adalah permainan Sisingaan yang dimainkan oleh pemain yang aktif menari ke sana kemari dan patung singa yang dimainkannya seperti akan diadu. Singa abrug pertama kali berkembang di daerah Tambakan Kecamatan Jalan Cagak. Sisingaan dibuat dengan sangat sederhana, muka dan kepala singa dibuat dari kayu ringan seperti kayu randu atau albasiah, rambut Sisingaan dibuat dari bunga atau daun kaso dan daun pinus. Sedangkan badan Sisingaan terbuat dari carangka (kerajinan anyaman bambu) yang besar dan ditutupi oleh karung kadut (karung goni) atau ada pula yang dibuat dari kayu yang masih utuh atau kayu gelondongan. Untuk usungan Sisingaan dibuat dari bambu yang dipikul oleh empat orang.

1. Komponen Sisingaan

Pertunjukan Sisingaan pada dasarnya dimulai dengan tetabuhan musik yang dinamis. Lalu diikuti oleh permainan Sisingaan oleh penari pengusung sisingaan, lewat gerak antara lain: Pasang/Kuda-kuda, Bangkaret, Masang/Ancang-ancang, Gugulingan, Sepakan dua, Langkah mundur, Kael, Mincid, Ewag, Jeblag, Putar taktak, Gendong Singa, Nanggeuy Singa, Angkat jungjung, Ngolecer,Lambang, Pasagi Tilu, Melak cau, Nincak rancatan, dan Kakapalan. Sebagai seni Helaran, Sisingaan bergerak terus mengelilingi kampung, desa, atau jalanan kota, sampai akhirnya kembali ke tempat semula. Didalam perkembangannya, musik pengiring lebih dinamis, dan melahirkan musik Genjring Bonyok dan juga Tardug.

2. Peralatan Yang Digunakan Dalam Sisingaan
Peralatan Yang Digunakan Dalam Permainan Sisingaan Antara Lain:
Dua atau empat buah usungan boneka singa. Rangka dan kepala usungan boneka-boneka singa terbuat dari kayu dan bambu yang dibungkus dengan kain serta diberi tempat duduk di atas punggungnya. Bulu-bulu yang ada di kepala maupun ekor dibuat dari benang raffia sehingga bersifat permanen dan dapat digunakan berkali-kali. Pada awal munculnya Sisingaan, usungan yang berbentuk singa ini terbuat dari kayu dengan bulu dari kembang kaso dan biasanya dibuat secara dadakan pada waktu akan mengadakan pertunjukan sehingga bersifat tidak permanen dan hanya sekali pakai.
Waditra yang terdiri dari: dua buah kendang besar (kendang indung dan kendang anak), terompet, tiga buah ketuk (bonang), kentrung (kulanter), gong kecil, dan kecrek. -
busana pemain yang terdiri dari celana kampret/pangsi, ikat barangbang semplak, baju taqwa dan alas kaki tarumpah atau salompak.
3. Pemain Sisingaan

Sisingaan terdiri dari 8 orang pengusung Sisingaan, sepasang patung Sisingaan, penunggang Sisingaan, waditra, nayaga, dan sinden atau juru kawih. Secara filosofis, 4 orang pengusung Sisingaan melambangkan masyarakat pribumi yang ditindas oleh kaum penjajah, sepasang patung Sisingaan melambangkan 2 penjajah (Belanda dan Inggris), penunggang Sisingaan melambangkan generasi muda yang suatu saat harus mampu mengusir penjajah, dan nayaga melambangkan mayarakat yang gembira atau masyarakat Subang yang berjuang dan memberi motivasi terhadap generasi muda untuk dapat mengalahkan dan mengusir penjajah dari tanah air mereka.

Para pemain ini adalah orang-orang yang mempunyai keterampilan khusus, baik dalam menari maupun memainkan waditra. Keterampilan khusus itu perlu dimiliki oleh setiap pemain karena dalam sebuah pertunjukan sisingaan yang bersifat kolektif diperlukan suatu tim yang solid agar semua gerak tari yang dimainkan sambil menggotong boneka singa dapat selaras dengan musik yang dimainkan oleh para nayaga.

4. Makna Yang Terkandung Dalam Pertunjukan Seni Sisingaan
Makna sosial: kepercayaan masyarakat Subang bahwa jiwa kesenian sangat berperan dalam diri mereka seperti egalitarian, spontanitas, dan rasa memiliki dari setiap jenis seni rakyat yang muncul.
Makna teatrikal: penampilan Sisingan berupa drama penokohan teatrikal dan ditambahkan dengan berbagai variasi seperti jajangkungan, sinden, dan lain-lain. • Makna komersial: karena Sisingaan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Subang.
Makna universal: pada setiap etnik, sering kali dijumpai pemujaan terhadap singa karena kebuasannya. Meskipun Jawa Barat tidak terdapat habitat singa, namun dengan konsep kerakyatan maka singa dapat dikenal dan diterima sebagai seni tradisional Sisingaan.
Makna Spiritual: masyarakat Subang percaya bahwa seni tradisional Sisingaan sebagai wujud keselamatan atau syukuran atas rejeki yang telah dianugerahkan Tuhan.
5. Contoh-Contoh Jenis Acara Yang Tepat Untuk Mementaskan Sisingaan

Kesenian Sisingaan ini umumnya ditampilkan pada siang hari dengan berkeliling kampung pada saat ada acara khitanan, menyambut tamu agung, pelantikan kepala desa, perayaan hari kemerdekaan dan lain sebagainya. Durasi sebuah pementasan sisingaan biasanya memakan waktu cukup lama, bergantung dari luas atau tidaknya kampung yang akan dikelilingi
CARA PEMENTASAN
1. Sisingaan diawali dengan kata-kata sambutan yang dilakukan oleh pemimpin kelompok.
2. Anak yang akan dikhitan atau tokoh masyarakat yang akan diarak dipersilahkan untuk menaiki 
boneka singa.
3. Alat pengiring ditabuh dengan membawakan lagu-lagu yang berirama dinamis sebagai tanda dimulainya pertunjukan.
4. 8 orang pemain akan mulai menggotong dua buah boneka singa (satu boneka digotong oleh 4 orang).
5. Pemimpin kelompok memberikan aba-aba kepada para pemain untuk melakukan gerakan tarian secara serempak dan akrobatis.
6. Lagu-lagu yang dimainkan sebagai pengiring tarian biasanya diambil dari lagu kesenian Sunda
7. Sisingaan dilakukan sambil mengelilingi kampung hingga akhirnya kembali ke tempat semula. Dengan sampainya pada penari ke tempat semula, maka pertunjukan Sisingaan berakhir.

Manfaat yang diperoleh :

Seni sebagai ekspresi jiwa manusia sudah barang tentu mengandung nilai estetika, termasuk kesenian tradisional Sisingaan yang ditumbuh-kembangkan oleh masyarakat Ciherang, Kabupaten Subang. Namun demikian, jika dicermati secara mendalam Sisingaan tidak hanya mengandung nilai estetika semata, tetapi ada nilai-nilai lain yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat pendukungnya. Nilai-nilai itu antara lain adalah kerja sama, kekompakan, ketertiban, dam ketekunan. Nilai kerja sama terlihat dari adanya kebersamaan dalam melestarikan warisan budaya para pendahulunya. Nilai kekompakan dan ketertiban tercermin dalam suatu pementasan yang dapat berjalan secara lancar. Nilai kerja keras dan ketekunan tercermin dari penguasaan gerakan-gerakan tarian.

0 coment: