Kuningan merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Jawa Barat, bertetanggaan dengan Kabupaten Cirebon. Kabupaten Kuningan terletak persis d...

KESENIAN KUNINGAN

Kuningan merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Jawa Barat, bertetanggaan dengan Kabupaten Cirebon. Kabupaten Kuningan terletak persis di sekitar kaki Gunung Ciremai yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Dengan ketinggian kurang lebih 3078 m di atas permukaan laut. Sebagai kabupatenyang terletak di bawah kaki gunung, Kuningan tentunya memiliki suasana udara yang cukup sejuk, dikelilingi oleh pemandangan indah dengan hamparan pesawahan. Sebagaimana daerah lain, Kuningan juga memiliki budaya-budaya asli daerahnya, seperti berikut ini :

1. Upacara Saren Taun



Saren Taun merupakan kata dalam bahasa sunda, yaitu saren yang artinya serah, seserahan, atau menyerahkan, dan taun yang berarti tahun. Jadi Seren Taun bermakna serah terima tahun yang lalu ke tahun yang akan datang sebagai penggantinya. Dalam konteks kehidupan tradisi masyarakat sunda, seren taun merupakan wahana untuk bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala hasil pertanian yang dilaksanakan pada tahun ini, seraya berharap hasil pertanian mereka akan meningkat di tahun yang akan datang,

Di Kuningan sendiri upacara ini biasanya di lakukan oleh penduduk desa Cigugur Kecamatan Cigugur Kabupaten Kuningan, namun berdasarkan sumber ternyata upacara ini tidak hanya dilakukan di desa tersebut saja, melainkan juga dilakukan di Desa Ciptagelar, Cisolok Kabupaten Sukabumi. Selain itu juga dilakukan di Desa Pasir Eurih Bogor, Desa Kenekes Lebak Banten dan juga Kampung Naga Tasikmalaya.

2. Tari Buyung



Tari Buyung merupakan tarian khas masyarakat Cigugur Kabupaten Kuningan. Tari Buyung ini memiliki keterkaitan erat dengan upacara seren taun. Hal ini karena tarian ini merupakan tarian utama dalam upacara seren taun di Desa Cigugur Kuningan Jawa Barat. Tarian ini menceritakan tentang gadis-gadis desa Cigugur yang sedang mengambil air ke sungai.

3. Tari Cingcowong



Cingcowong pada zaman dulu merupakan salah satu upacara ritual untuk meminta hujan. Upacara ini dilakukan pada saat musim kemarau panjang. Tradisi awal Cingcowong atau upacara ritual ini dipercaya masyarakat, khususnya Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan. Setiap datang kemarau upacara ritual Cingcowong selalu dilaksanakan agar laha pertanian mereka terhindar dari kemarau dan segera turun hujan.

Saat ini untuk melestarikan Cingcowong, Dinas Pariwisata Kebudayaan Kabupaten Kuningan mencoba satu tarian ini ahar tidak menjadi punah. Pada pertunjukannya yaitu Cingcowong tidak lagi sebagai seni ritual, akan tetapi sudah dikembangkan dan diangkat menjadi seni pertunjukan dengan perkembangan zaman. Sampai sekarang tari Cingcowong berkembang dan sering ditampilkan pada acara-acara seremonial baik kebutuhan menyambut pemerintah ataupun hiburan lainny

4. Sapton dan Panahan Tradisional




Secara etimologi dan historis, bahwa kegiatan Sapton dan Panahan Tradisional adalah acara rutin setiap hari sabtu setelah kegiatan serba raga (sidang) yang dilaksanakan disekitar Istana Kerajaan Kajene (Kuningan), dan mempunyai makna yang dalam seperti, heroisme, ketangkasan berkuda dan panahan dalam bela negara serta kebersamaan antara pemerintah dan rakyatnya. Dalam upaya promosi kepariwisataan daerah dan pelestarian nilai-nilai budaya tradisional daerah serta memeriahkan hari jadi Kuningan. Setiap tahun pada bulan september di selenggarakan Septonan dan Panahan Tradisional.

5. Kawin Cai



Upacara adata Kawin Cai merupakan tradisi Desa Babakan Mulya Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan untuk memohon air (hujan) untuk mengairi pertanian. Upacara kawin cai ini di laksanakn apabila terjadi kemarau berkepanjangan atau sangat sulit mendapatkan air antar bulan september. Dengan mengambil lokasi disumber mata air telaga balong Tirta Yarta pada malam jum'at Kliwon, pada pelaksanaannya selain dihadiri dan diikuti oleh pamong desa. Tokoh masyarakat desa setempat juga oleh masyarkat desa tetangga yang lahan pertaniannya terairi dari sumber mata air telaga/ balong Tirta Yarta. Selain berdoa, sesepuh desa mencampurkan air yang diambil dari mata air telaga Tirta Yarta dengan mata air Cikembulan (Cibulan). Ini lah yang dipake upacara ada Kawin Cai oleh masyarakat setempat yang intinya mengambul barokah dari dua sumber mata air tersebut.

6. Sintren



Sintren di daerah Kuningan ini tidak berbeda dengan dengan sintren yang ada di Cirebon. Di karenakan sejak tahun 1930 Sintren di bawa dari daerah Pesisir CIrebon oleh orang-orang urbanisasi dalam rangka buruh menuai padi pada musim panen di Kecamatan Cibinong.

7. Calung



Seni Calung adalah bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang di masyarakat tatar sunda, Kabupaten Kuningan.. Yang memiliki sumber daya alam dan sumber wisata budaya yang melimpah. Dalam perkembangannya seni calung terbagi kedalam dua jenis :
1. Seni Calung Tradisional
2. Seni Calung Modern
Seni Calung tradisional adalah seni Calung dengan memakai alat atau waditra yang masih sederhana. Sedangkan Seni Calung Modern adalah seni Calung yang sudah dimodifikasi baik dari waditra yang ada atau adanya penambahan waditra baru (modern) seperti : gitar, keyboard, dll.
Di masa sekarang, karena tuntutan mengikuti perkembangan zaman, pentas seni Calung harus dapat menyajikan sebuah seni pertunjukan yang kreatif dan inofatif. Sehingga pesan yang akan disampaikan menjadi komunikatif.

8. Reog Cengal



Seni Reog adalah bentuk kesenian yang tumbuh dan berkembang dimasyarakat pedesaan Tatar Pasundan, salah satunya di Kabupaten Kuningan dalam kurun waktu duapuluh tahun yang lalu Seni Reog keberadaanya sangat digemari oleh masyarakat ini semua dapat dilihat dalam penampilan pentas acara syukuran hajatan. Dimasa sekarang karena dengan tuntunan dan perubahan jaman Pentas Seni Reog mulai tergeser oleh jenis Seni lainya seperti Wayang golek, Jaipongan, Musik dangdut Film dan lain-lain. Dari kenyataan ini salah satu upaya penyelamatan dari kepunahan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan selalu berupaya menampilkan jenis seni tersebut dalam acara Hari-Hari Besar Nasional atau even-even pentas yang diselenggarakan di Obyek-Obyek Wisata dan efen-efen pemerintah.

9. Pesta Dadung



Seperti lazimnya kesenian tradisional lainnya kesenian ini tumbuh dan berkembang secara turun temurun sejak abad ke XVIII. Kesenian ini lahir di kalangan Budak Angon (Pengembala) yang intinya mengadakan syukuran setelah panen menjelang musim tanam tiba, sekitar bulan September di desa legok herang subang kuningan. Dikatakan “Pesta Dadung” karena media yang digunakan dalam upacara yang sakral tersebut menggunakan Dadung (tali pengikat leher Kerbau atau Sapi yang terbuat dari injuk.

Tali dadung yang dijadikan pengikat munding atau kerbau di upacarakan diberi jampi jampi agar mendapat keberkahan terhadap ternak peliharaannya juga terhadap lahan pertaniannya. Setelah dadung pengikat kerbau diupacarakan dilanjutkan dengan pesta budak angon Dengan menggunakan dadung tambang yang besar yang dipergunakan sebagai symbol kebersamaan .Kemudian tambang dadung itu di ikutsertakan dalam upacara dan di pegang oleh jajaran aparat desa serta para budak angon dengan cara berputar . setelah itu dilanjutkan dengan hiburan ibingan tayuban dan ketuk tilu yang di sertai dengan beberapa penari ronggeng,Peralatan sesajen berupa tangtang angin, kopi pahit, gula, kemeyan, dll alat music yang digunakan berupa gamelan laras pelog yang sekarang diganti dengan laras salendro. Kesenian ini masih berkembang dan dilaksanakan setiap 2 sampai 3 tahun sekali disesuaikan dengan kemampuan suwadaya masyarakat setempat.










0 coment: