Pada mulanya di pagelaran Sintren pakaian yang digunakan oleh penari Sintren bukanlah baju golek seperti yang ada sekarang ini, pada masa lalu daerah-daerah dalam lingkungan budaya Cirebon masih seperti kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon masih menggunakan kebaya sebagai pakaian utama penarinya sebelum di kemudian hari sebagian kelompok tari sintren mengubah pakaian nya menjadi baju golek. Struktur pertunjukannya pun memiliki struktur yang berbeda-beda pada setiap desa yang memilki kesenian sintren, hal ini disebabkan adanya nilai-nilai lokal dan estika pertunjukan yang berusaha di tampilkan pada wilayah tersebut.
Pagelaran Sintren di kabupaten dan kota Cirebon.
Pada cerita mengenai Sintren yang beredar di masyarakat kabupaten ataupun kota Cirebon, Pagelaran Sintren yang ada di wilayah kabupaten dan kota Cirebon sangat erat kaitannya dengan dakwah islam, mengapa? Hal ini dikarenakan dekat nya wilayah ini dengan pusat kesultanan Cirebon di Kota Cirebon.
A. Pakaian dan alat musik :
Adapun pakaian dan alat musik yang digunakan saat pementasan tari sintren yaitu :
Pada masa lalu di wilayah kabupaten atau kota Cirebon,busana yang digunakan oleh penari Sintren berupa kebaya untuk atasannya dengan kain batik Liris dan Celana Cinde (celana yang panjangnya sampai ke lutut sebagai bawahan nya serta Jamang (hiasan rambut), kaos kaki dan kacamata hitam pun sebagai pelengkap nya. dan tidak hanya itu, pada masa lalu alat musik yang mengiringi pagelaran sintren tersebut merupakan jenis-jenis alat msuik yang terbilang sederhana, diantaranya adalah :
1.Buyung, alat musik semacam ini yaitu gendang yang terbuat dari tanah liat dengan ditutup lembaran karet di atasnya. Hal ini karena penggunaan nya alat musik buyung inilah yang melatar belakangi sebagian penari sintren pada masa lalu disebut sebagai ronggeng buyung (ronggeng yang di iringi oleh alat musik buyung).
Tuntukan, alat musik ini yang terbuat dari bambu panjang dan besar yang pada masa sekarang disamakan fungsi nya dengan alat musik bas.
2.Bumbung alat musik yang terbuat dari ruas ruas bambu yang berukuran kecil yang pada masa sekarang disamakan fungsi nya dengan gitar melodi atau pun sejenisnya.
3. Kendi, alat musik yang terbuat dari tanah liat yang berfungsi sama dengan gong.
Kecrek, alat musik ini berfungsi sebagai pengatur ritme nada.
4. Lodang instrumen alat musik yang terbuat dari ruas ruas bambu.
4. Lodang instrumen alat musik yang terbuat dari ruas ruas bambu.
5. Gong bambu, alat musik yang terbuat dari bambu berukuran besar yang berfungsi sebagai gong.
Pada perkembangan nya di masa masa kemudian, baju penari sintren kemudian berubah menjadi mengenakan baju golek, yakni pakaian tersebut yang mirip dengan yang dikenakan oleh wayang golek sebagai atasan nya, namun bawahannya tetap menggunakan kain batik dan celana cinde serta masih menggunakan jamang, kaos kaki dan kacamata hitam sebagai pelengkapnya. Perubahan tidak hanya terjadi pada bentuk pakaiannya saja, instrumen pengiringnya juga bertambah dari yang tadinya hanya berisikan buyung, tutukan, bumbung, kenci dan kecrek kemudian dilengkapi dengan penambahan instrumen gamelan Cirebon sebagai pelengkapnya.
B. Struktur Pagelaran
Struktur pagelaran kesenian Sintren yang ada di wilayah kabupaten dan Kota Cirebon berusaha untuk memperlihatkan simbol-simbol pengajaran islam kepada masyarakat dengan cara yang saksama pada setiap adegannya. Setelah tubuhnya di ikat dengan tali dan di bungkus tikar, karena biasanya pada pagelaran Sintren di wilayah kabupaten dan kota Cirebon, penari Sintren yang telah di ikat dengan rantai dan di gulung tikar akan di arahkan ujung tikar nya menuju Ranggap (kurungan ayam) bukan merangkak sendiri menuju Ranggap, selain itu adanya pertunjukan sulap oleh para Bodoran (pelawak) dalam pagelaran Sintren juga merupakan keunikan tersendiri, di karenakan pada wilayah lain nya yang juga menggunakan Bodoran, para Bodoran ini hanya melakukan aktivitas komedi saja tanpa disertai dengan sulap. Pada pagelarannya terdapat keunikan diantaranya yaitu dijadikan tarling Cirebon sebagai musik latar pada pagelaran sintren yang di iringi gamelan dan gendang.
1. Adegan pembuka
Pagelaran kesenian Sintren di wilayah kabupaten dan kota Cirebon biasanya di mulai dengan pesinden malantunkan syair.
Pagelaran kesenian Sintren di wilayah kabupaten dan kota Cirebon biasanya di mulai dengan pesinden malantunkan syair.
Turun turun Sintren (datang datang sintren)
Sintrene widadari (sintrennya Bidadari)
Nemu kembang yun ayunan (Nemu kembang hendak dibawa kemana)
Nemu kembang yun ayunan (Nemu kembang hendak dibawa kemana)
Kembange putri mahendra (Kembangnya putri Mahendra)
Widadari temurunan (Bidadari sedang datang)
Yang di iringi dengan masuknya Ki dalang Sintren bersama penarinya, yang dilanjutkan dengan sintren yang diikat dengan rantai dan digulung dengan tiker, ujung tiker kemudian diarahkan ke Ranggap (kurungan ayam) agar penari Sintren tahu dimana posisinya, tidak seperti yang terjadi pada paglaran Sintren di kecamatan cibingbin kabupaten kuningan, diamana penari sintren nya dapat mengethui letak Ranggapnya sendiri dan kemudian merangkak ke dalamnya, di Cirebon penari di arahkan menuju ranggap dengan cara memasukan ujung tiakr ke dalam Ranggap.
Adegan keluar Ranggap dan Syair Ya Robbana (Ya Allah swt)
Adegan keluar Ranggap dan Syair Ya Robbana (Ya Allah swt)
Setelah penari Sintren yang ada di dalam Ranggap hendak keluar dari kurungan, maka pesinden melantunkan syair Ya robbana (Ya allah swt) yang merupakan kutipan dari surat Al-Araf ayat 23 sekaligus ajakan untuk bertaubat seperti berikut ini :
Ya robbana, robbana, robbana (ya Allah swt) Ya robbana zhalamna anfusana (ya Allah swt)
Kami telah menganiaya diri kami wa inlam tagfirlana (dan jika engkau tidak mengampuni kami) Wa tarhamna lanakunanna (dan tidak memberi rahmat kepada kami) Min al-khosirin (niscaya, pastilah kami termasuk orang orang yang merugi)
Kemudian penari sudah keluar dengan pakaian yang telah berubah, dari baju keseharian menjadi baju golek lengkap dengan batik, cinde, jamang, kaos kaki dan kacamata.
2. Adegan lempar uang
Setelah itu penari Sintren melakukan tarian nya dan prosesi melempar uang pun dilakukan, pada proses ini ketika penari bersentuhan dengan uang yang di lempar masyarakat maka dia akan lemas tidak berdaya, yang memberikan pesan kepada masyarakat bahwa di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh.
Setelah itu penari Sintren melakukan tarian nya dan prosesi melempar uang pun dilakukan, pada proses ini ketika penari bersentuhan dengan uang yang di lempar masyarakat maka dia akan lemas tidak berdaya, yang memberikan pesan kepada masyarakat bahwa di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh.
3.Adegan penutup
Pada adegan penutup, setelah jatuh berkali kali pada prosesi pelemparan uang, penari Sintren kemudian diadukan dan dikurung lagi dengan Ranggap, sementara pesinden melantunkan syair Kembang Kilaras.
Pada adegan penutup, setelah jatuh berkali kali pada prosesi pelemparan uang, penari Sintren kemudian diadukan dan dikurung lagi dengan Ranggap, sementara pesinden melantunkan syair Kembang Kilaras.
Kembang kilaras ditandur tangahe alas (kembang kilaras ditanam ditengah hutan) Paman bibi aja maras (paman bibi jangan khawatir) Dalang sintren jaluk waras (dalang sintren sedang memulihkan keadaan)
Kembange srengenge surupe wayahe sore (kembang matahari, menutupnya pertanda waktu senja) Sawise lan sedurunge keseun ning kabehane (Sesudah dan sebelumnya kami ucapkan terimakasih pada semuanya)
Pagelaran kemudian berakhir dengan dibukanya Ranggap oleh Ki dalang Sintren sementara penarinya telah kembali sadar dan berganti pakaian menjadi baju keseharian nya.
0 coment: