Menari bukan hanya menggerakan badan semata. Beragam makna penting tersirat dan tersurat dalam aktivitas yang satu ini. Pendiri sanggar Pandewara Retno Maruti mengatakan salah satu manfaat nyata dari menari adalah menyehatkan tubuh. Namun, bila dikerjakan dengan sungguh-sungguh, seorang penari juga dapat memetik nilai dan filosofi yang terkandung dalam gerak tariannya. Seperti tata karma, sopan santun dan bagaimana bersikap kepada orangtua. “semua nilai-nilai itu ada di dalam tari dan mempengaruhi diri tanpa disadari.” Katanya saat jumpa pers Kidung Dandaka di Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Tidak hanya itu, tarian ternyata juga bias untuk mengasah kejujuran. “jujur terhadap karya tari orang lain dan jujur terhadap diri sendiri untuk mengingatkan orang lain yang tidak jujur”. Katanya lagi. Melalui tari akan melatih kemampuan diri untuk saling menghargai. Seperti halnya dalam sebuah pertunjukkan tari, peran apapun dalam tari sangat penting. Seni tradisional yang saya ambil adalah kesenian tari sintren yang khas di daerah saya yaitu Cirebon.
Kesenian sintren merupakan seni tari tradisional dari kebudayaan masyarakat Jawa dimana dalam tarian tersebut sangat beragam. Salah satu ciri kesenian sintren adalah memiliki aturan dalam tradisinya sesuai dengan perkembangan jaman, hal ini menyebabkan kesenian sintren dari setiap daerah berbeda-beda dalam setiap pertunjukannya. Pewarisan tradisi ini sangat erat hubungannya dengan adat istiadat, konteks realita kehidupan social masyarakatnya sesuai lingkungan, tradisi, dan suatu kepercayaan masyarakat masing-masing. Jadi kesenian sintren di warisi tradisinya melalui kepercayaan-kepercayaan masyarakat dalam adat istiadat di lingkungannya.
Kesenian tersebut berkembang mayoritas di kalangan masyarakat bawah, tetapi mampu mempengaruhi sampai pada kalangan menengah maupun kalangan istana atau keratin yaitu di keratin Kasepuhan Cirebon, namun dengan adanya perkembangan saman tradisi ini punah mulai tergeser dengan adanya perubahan melalui seni modern. Karena kurangnya perhatian dan pelestarian kesenian sintren. Dulu kesenian sintren di gunakan juga untuk media penyebar agama islam. Jadi dalam jaman kejayaan kerajaan Cirebon ketika para Wali menjadi panutan tata nilai yang ada, kesenian sintren menjadi media untuk dakwah. Dalam acara dakwahnya para penonton atau pendengar dakwah mendapatkan ajaran agama islam yang mereka dengar dan mereka saksikan.
Lalu nilai ajaran agama islam yang menyebar dalam kesenian sintren ini memang terbukti dalam adaptasi masyarakatnya yang menerima ajaran agama islam melalui dakwah dari kesenian sintren yang mempengaruhi meereka agar masyarakat memiliki latar belakang yang beragam. Realita dalam kesenian tersebut bahwa si penari sintren harus gadis yang masiih perawan dan harus dalam keadaan suci, tetapi si penari sintren kenyataannya tidak harus melakukan ritual seperti puasa, mati geni, niss, atau ritual yang lain. Untuk menjadi penari sintren sekarang yang paling penting dan di syaratkan adalah kemauan, asalkan dia ada kemauan siapa pun bias menjadi penari sintren tapi masih menggunakan catatan masih harus perawan. Penari sintren harus dalam keadaan suci atau tidak dalam keadaan masa dating bulan (haid).
Selain itu dalam adanya pergeseran kebudayaan, sekarang sintren menjadi sebuah pertunjukkan dengan adanya factor ekonomi. Mereka mengadakan pertunjukkan tersebut atas dasar hiburan semata kepada masyarakat yang menonton, lalu mereka meminta sejumlah uang atas timbal balas karena sudah menonton tradisi kesenian sintren tersebut. Yang masih menggunakan tradisi ini biasanya masyarakat daerah pesisir utara seperti Jawa Barat dan Jawa Tengah seperti Cirebon, Majalengka, Cilacap, Pekalongan, Tegal, Brebes, Batang, Pemalang, dan lain-lain. Dan yang dapat mengendalikan atau menjalankan tari sintren ini adalah seorang pawang yang tugasnya memanggil kekuatan supernatural dengan cara si pawang mengelilingi kurungan tersebut yang sudah di masuki oleh seorang gadis penari sintren, jika berhasil maka si penari sintren akanberubah menjadi cantik dengan kaca mata hitamnya di kedua matanya.
Menurut hasil artikel yang saya buat, bahwa kesenian sintren masih ada karena mempuyai dua factor yaitu alas an untuk mempertahankan kebudayaan jawa, sebagai factor ekonomi. Faktor ekonominya berupa saat setelah oertnjukkan mereka selesi, mereka meminta uang karena sebagai imbalan sudah menonton dalam pertunjukkannya. Dalam kesenian sintren ternyata mempunyai unsur mistis, unsur mistis tersebut terdapat dalam jiwa si penari dan tariannya. Mengenai fenomena dari tarian mistis dan symbol kebebasan terdapat dua factor, yaitu factor melestarikan budaya dan factor ekonomi.
Pada masa lampau untuk mengatasi kondisi alam selalu menggunakan kekuatan supernatural. Dengan kaitannya memanggil roh melalui sntren karena kesulitan yang telah di alami oleh masyarakat yang tidak bias di pecahkan melalui logikanya. Misalnya para nelayan mengalami kesulitan saat melaut, maka di pertunjukanlah sintren untuk memberi petunjuk agar bias melaut kembali. Dalam pertunjukan sintren terdapat pula sintren keliling, yang di selenggarakan ditempat keramaian. Bahwa ditempat tersebut mereka tidak mengajukan persyaratan, dengan ketentuan tempatnya yang suci, bersih, da nada tempat untuk pentas. Dari hasil pertunjukkan keliling tersebut, mereka mendapatkan uang saweran yang cukup lumayan, sintren kemudian di jadikan sebagai objek untuk cari nafkah itu merupakan bentuk dari factor ekonomi.
Dan konon katanya bila sang penari sedang menari lalu di lempari uang maka si penari sintren merasa terkulai lemas atau raganya seperti di penuhi oleh emas. Tariannya yang dialami berupa kesurupan karena berhubungan dengan adanya hal supernatural, pada masa pra islam mempunyai peran yang penting, karena di percaya oleh masyarakat memberi petunjuk untuk mengatasi roh jahat yang masuk ke dalam raga manusia. Bentuk kesenian sintren adalah pertunjukan yang memperlihatkan unsur supernatural atau magic juga bias yang berasal dari penari perempuannya yang masih gadis dimasuki oleh roh hakus atas panggilan dari pawangnya atau yang biasa disebut dengan Kemladang, yang hingga sekarang mengalami intrance.
Kesenian tari sintren di daerah Brebes hanya di gelar jika hanya saat musim kemarau saja unyuk meminta turunnya hujan, karakteristik tersebut juga bias dilihat dari iringan music buyung (tempat wadah air) da alunan music lodong (bambu) atau siwur dalam bahasa Brebes. Kesenian sintren adalah kesaksian dari sebuah kebudayaan colonial yang pernah berkembang di kalangan elit birokrasi Eropa dan Aristokrasi Pribumi, yaitu kegemaran berpesta dan berdansa mewah di gedung pertunjukan, untuk meniru gaya borjuisasi colonial, rakyat Indonesia membuat suatu kesenian yang merupakan ekspresi imitasi atau ekspresi peniruan dari sebuah produk kebudayaan elit kemudian terciptalah Sintren. Kesenian tari sintren sekarang sangat jarang ditemui di tempat asalnya, seperti halnya kesenian tradisional yang lain, sintren mulai tergeser oleh bentuk kesenian dan hiburan modern. Fungsi dan peran di ciptakannya kesenian sintren sebagai hiburan masyarakat, apresiasi seni dan nilai estetikamasyarakat yang bias kita ambil digunakan dalam acara upaccara ritual seperti sedekah laut, ruwatan, tolak bala, ritual bersih desa, dan masih banyak lagi yang lainnya.
0 coment: