Suku Jawa (Jawa ngoko : wong jowo, krama: tiyang jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur...

KESENIAN JAWA TIMUR




Suku Jawa (Jawa ngoko : wong jowo, krama: tiyang jawi) merupakan suku bangsa terbesar di Indonesia yang berasal dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Setidaknya 41,7% penduduk Indonesia merupakan etnis Jawa. Selain di ketiga provinsi tersebut, suku Jawa banyak bermukim di Lampung, Banten, Jakarta, dan Sumatera Utara. Di Jawa Barat mereka banyak ditemukan di Kabupaten Indramayu dan cirebon. Suku Jawa memiliki sub-suku seperti Osing dan Tengger.

Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai sebagai Mataraman, menunjukan bahwa kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut meliputi eks-Keresidenan Kediri (Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-Keresidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek, Nganjuk), dan sebagian Bojonegoro. Seperti halnya di Jawa Tengah , wayang kulit dan ketoprak cukup populer dikawasan ini. Kawasan Jawa Timur eks-Karesidenan Surabaya (Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang), dan eks-karesidenan Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini merupakan kawasan arek (sebutan untuk keturunan Ken Arok) terutama di daerah Malang yang membuat daerah ini sulit terpengaruhi oleh budaya Mataraman.

Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak di pengaruhi oleh budaya madura, mengingat besarnya populasi suku madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat suku Tengger banyak di pengaruhi oleh budaya Hindu. Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah memiliki ikatan yang berdasarkan persahabatan, dan teritorial. Berbagai upacara adat yang di selenggarakan antara lain: Tingkepan (upacara kehamilan 7bulanan pagi anak pertama), Babaran (upacara menjelang lahirnya bayi), Sepasaran (upacara setelah bayi berusia 5 hari), Pitonan (upacra setelah bayi berusia 7 bulan), Sunatan, dan Pacangan.

Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran, pihak laki-laki melakukan acara Nako ‘ake’ (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon suami), setelah itu dilakukan Peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan di dahului dengan acara Temu atau Kepanggih. Masyarakat di pesisir Barat : Tuban, Lamongan, Gresik, bahkan Bojonegoro memiliki kebiasaan lumrah keluarga wanita melamar keluarga pria (ganjuran), berbeda degan lazimnya kebiasaan daerah lain di indonesia dimana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria selanjutnya akan masuk kedalam keluarga wanita.

Unsur kebudayaan Jawa Timur masyarakatnya mayoritas suku Jawa Timur umumnya menganut agama Islam, sebagian kecil lainnya menganut agama kristen, dan katolik, dan ada pula yang menganut agama Hindu dan Budha. Sebagian orang Jawa Timur juga masih memegang teguh kepercayaan Kejawen. Agama islamsangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada suku Madura. Suku Osing umumnya beragama islam dan hindu sedangkan mayoritas suku tengger menganut agama hindu.

Mata pencaharian nya tidak ada mata pencaharian yang khas yang dilakoni oleh masyarakat suku Jawa. Pada umumnya, orang-orang disana bekerja pada segala bidang, terutama adminisrasi negara dan kemiliteran yang memang didominasi oleh orang jawa. Selainitu, mereka bekerja pada sektor pelayanan umum, pertukangan, perdagangan, pertanian, dan perkebunan. Sektor pertanian danperkebunan, mungkin salah satu yang paling menonjol dibandingkan mata pencaharian lain, karena seperti yang kita tahu, baik Jawa Tengah atau Jawa Timur banyak lahan-lahan pertanian yang beberapa cukup dikenal, karena memegang peranan besar dalam memasok kebutuhan nasional, seperti padi, tebu, dan kapas.

Kesenian yang berasal dari daerah Jawa Timur yaitu : Reog, Kuda lumping, Ludruk, Tari remo, parikan, tari bedhaya, tari serimpi, tari petilan, tari golek, tari bonda, tari topeng, tari dolalak, patolan atau prisenan barongan, kuda kepang, wayang krucil, kuntulan, lengger calung, dan lain-lain.

Reog adlah salah satu kesenian budaya khas Jawa Timur bagian barat laut dan Ponorogo dianggap sebagai kota asal Reog yang sebenarnya. Gerbang kota Ponorogo dihiasi oleh sosok Warok dan Gemblak, dua sosok yang ikut tampil pada saat Reog dipertunjukan. Reog adalah salah satu bukti budaya daerah di Indonesia yang masih sangat kental dengan hal-hal yang berbau mistis dan ilmu kebatinan yang kuat.

Pada dasarnya ada lima versi cerita populer yang berkembang di masyarakat tentang asal usul Reog dan Warok, namun salah satu cerita yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu, seorang abdi kerajaan pada masa Kertabumi, Raja Majapahit terakhir yang berkuasa pada abad ke-15. Ki Ageng Kutu murka akan pengaruh kuat dari pihak rekan Cina rajanya dalam pemerintahan dan prilaku raja yang korup, ia pun melihat bahwa kekuasaan Kerajaan Maja pahit akan berakhir.

Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan dimana ia mengajar anak-anak muda seni ilmu bela diri, ilmu kekebalan diri, dan ilmu kesempurnaan dengan harapan bahwa anak-anak muda ini akan menjadi bibit dari kebangkitan kerajaan Majapahit kelak. Sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan maka pesanpolitis Ki Ageng Kutu disampaikan melalui seni Reog, yang merupakan sindiran kepada raja Kertabumi dan kerajaannya. Pagelaran Reog menjadi cara Ki Ageng Kutu membangun perlawanan masyarakat lokal menggunakan kepopuleran Reog.

Dalam pertunjukan Reog ditampilkan topeng berbentuk kepala singa yang dikenal “singa barong”, raja hutan, yang menjadi simbol umtuk Kertabumi, dan diatasnya ditancapkan bulu-bulu merak hingga menyerupai kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh kuat para rekan Cina nya yang mengatur dari atas segala gerak geriknya.

Jatilan, yang diperankan oleh kelompok penari gemblak yang menunggangi kuda-kudaan menjadi simbol kekuatan pasukan kerajaan Majapahit yang menjadi perbandingan konras dengan kekuatan warok, yang berada dibalik topeng badut merah yang menjadi simbol unuk Ki Ageng Kutu, senirian dan menopang berat topeng singa barong yang mencapai berat lbih dari 50kg hanya dengan menggunakan giginya.

Populernya Reog Ki Ageng Kutu akhirnya menyebabkan Kertabumi mengambil tindakan dan menyerang perguruannya. Pemberontakan oleh warok dengan cepat diatasi, dan perguruan dilarang unuk melanjutkan pengajaran akan warok. Namun murid-murid Ki Ageng Kutu tetap melanjutkan secara diam-diam. Walaupun begitu, kesenian Reog nya sendiri masih di perbolehkan untuk di pentaskan karena sudah menjadi pertunjukan populer diantara masyarakat, namun jalan ceritanya memiliki alur baru dimana ditambahkan karakter-karakter dari cerita rakyat Ponorogo yaitu Kelono Sewondono, dewi Songgolangit, dan Sri Genthayu.

Versi resmi alur cerita Reog Ponorogo kini adalah cerita tentang Raja Ponorogo yang berniat melmar putri Kediri, Dewi Ragil Kuning, namun ditengah perjalanan ia dicegat oleh Raja Singa barong dari Kediri. Pasukan Raja Singabarong terdiri dari merak dan singa, sedangkan dari pihak Kerajaan Ponorogo Raja Kelono dan wakilnya Bujanganom, dikawal oleh warok (pria berpakaian hitam-hitam dalam tariannya), dan warok ini memiliki ilmu hitam mematikan. Seluruh tariannya merupakan tarian perang antara Kerajaan Kediri dengan Kerajaan Ponorogo, dan mengandung ilmu hitam antara keduanya, para penari dalamkeadaan kerasukan saat mementaskan tariannya.

0 coment: